Zaman Akhir, ... Hati-hati .... di Desa Jungpasir.... Sebuah Cerita Kejadian

Assalam ....
Wahai saudaraku yang berada dimana-mana, yang berasal dari desa jungpasir, akhir-akhir ini diberitakan banyak kejadian yang terjadi di desa ini, aku gak tahu harus berbuat apa, aku juga tidak mampu harus bersikap bagaimana, aku tidak tahu jalan solusinya.
orang jungpasir banyak yang bekerja di luar kota, Jakarta mayoritasnya... disana juga banyak kabar berita tentang kejadian di desa jungpasir, lah kejadian ini bisa dikatakan ada sebuah hukum karma. ada seorang yang bekerja dalam instansi yang sama, mereka pertama berteman, katakan saja si cewek bernama nyi tami, dalam instansi itu nyi tami sudah di pinang oleh seseorang dan akhirnya, nyi tami juga melaksanakan apa yang jadi tuntutan agama yaitu nyi tami menikah dengan orang yang meminangnya. tapi tak lama kemudian tidak lebih dari satu bulan nyi tami pisah dengan orang yang sudah menikahinya itu. tak tahu kenapa, lama kelamaan nyi tami berbuat yang tidak disukai orang tua dan keluarganya, nyi tami mengambil sebuah perhiasan milik orang tuanya. tak tahu untuk apa nyi tami itu mengambil perhiasan orang tuanya. hari demi hari orang tua nya semakin curiga dengan tingkah dan laku nyi tami, keluarga juga semakin curiga. dan akhirnya eh ternyata nyi tami berhubungan dengan orang yang di dalam satu instansi tadi. di sebuah kantor katakanlah. setelah pisah dengan orang yang menikahi tadi, nyi tami melanjutkan hubungan dengan orang satu kantor tadi, dul koplak inisial namanya. dengan enaknya dan enjoy nyi tami dan dul koplak berbonceng-boncengan, masyarakat mengira : "ah biasa orang satu kerja dalam satu instansi, emang seperti itu". eitz ... setelah hari raya idul fitri, nyi tami dan dul koplak terperogok oleh keluarganya di sebuah tempat rumah temannya. lha kemudian keluarga mengurus nyi tami dan dul koplak, eh rupanya nyi tami mengandung atau bunting atau hamil dalam bahasa kerennya... waduh ... payah kata keluarga nyi tami lha terus giman nich? keluarga bingung, cemas, gelisah, melihat nyi tami bunting tidak dengan suami yang sah tapi dengan dul koplak. dan anehnya lagi dul koplak katanya anaknya seorang tokoh masyarakat, kyai katakanlah, (tapi ga tahu itu kyai sungguhna gak? karna masak kyai punya anak yang berbuat melanggar agama?). kemudian keluarga nyi tami ke tempat rumah orang tua dul koplak bilang secara baik-baik : minta pertanggung jawaban atas perbuatan anaknya, eh keluarga dul koplak pada marah-marah.... hi takutz kayak rumah kebakaran ajach..., keluarga nyi tami pantang menyerah sekali, dua kali, dan ketiga kalinya keluarga nyi tami ke rumah yang namanya kyai tersebut. dan akhirnya dul koplak mengakui atas perbuatannya dan orang tuanya bilang : akan rembugan dulu dengan keluarga dan nyi tami disuruh untuk mengurus surat akta cerai dengan suaminya yang dulu. sekian lama nyi tami dan keluarganya menunggu surat akta cerai, tiga bulan sampai empat bulan katakanlah, eh surat belum turun-turun. eh malah bayinya yang berhubungan dengan dul koplak lahir? wah ... payah ki ... gimana dan giman keluarga nyi tami cemas, masak bisa gini? wah surat akta cerai harus di urus lagi biar cepat turun terus diajukan lagi kepada keluarga dul koplak, o ya bayi udah keluar tapi kok keluarga dul koplak tidak bicara apa atau apa kok diem ya?
eh berselang satu minggu surat cerai diurus oleh keluarga terus turun ...
dan akhirnya keluarga nyi tami menemui keluarga dul koplak untuk memberikan dan menepati janjinya yang minta surat akta cerai. lha ni surat akta cerainya dah turun dan bayinya pun juga sudah lahir terus gimana? pertanyaan dari keluarga nyi tami.
eh dengan enak dan santainya ayah dul koplak bilang : itu sudah tidak tanggung jawab kami, anak ku juga tidak bertanggung jawab.
eh ... eh .... eh ...
katanya kyai ...
katanya sarjana agama ....
kok bilang seperti itu, apa gunanya kyai, apa gunanya sarjana agama kalau mulut tidak bisa dipegang, sudah melakukan zina tidak bertanggung jawab?
apakah hal itu baik saudara?
terus bagaimana nasib anak yang dilahirkan itu?
terus nasabnya ikut siapa?
astagfirullah hal adzim ....
memang dunia ini sudah akhir dan zaman nya sudah edan, ...
bisa dikatakan :
"ada seorang kyai yang mendukung perbuatan zina anaknya"
naudzubillah min dzalik....?
kasihan anak yang dilahirkan itu, sabar ya nak semoga kamu kelak jadi orang yang baik...
itulah cerita yang sebenarnya ...
jika ada gosib atau apa itu bohong ...
ini cerita di yang benar...
akhir kata ZAMAN EDAN WONG PINTER DUNG KEBLINGER....
Wassalam....

Bagaimana Sikap Kita? Dengan Nasib Anak?

KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah, segala puji syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah menganugerahkan segala taufiq dan hidayah-Nya. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Rasulullah SAW yang selalu kami harapkan syafaahnya.
Berkat rahmat dan nikmat Allah, penulis dapat menyajikan makalah ini yang berjudul “NASAB ANAK LUAR NIKAH PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERKAWINAN NASIONAL” guna memenuhi tugas mata kuliah Ushul Fikih.
Teriring doa dan harapan semoga amal baik dan jasa dari semua pihak khususnya Bapak M. Ridwan, M.Ag sebagai dosen Pembina akan mendapat balasan yang sebaik-baiknya dari Allah SWT.
Akhirnya penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini belum sempurna. Oleh karena itu, penulis membuka kritik dan saran yang konstruktif bagi kesempurnaan penulisan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua. Amin.

Penulis




I. Pendahuluan
Keberadaan anak dalam keluarga merupakan sesuatu yang sangat berarti. Anak memiliki arti yang berbeda-beda bagi setiap orang. Anak merupakan penyambung keturunan, sebagai investasi masa depan, dan anak merupakan harapan untuk menjadi sandaran di kala usia lanjut. Ia dianggap sebagai modal untuk meninggkatkan peringkat hidup sehingga dapat mengontrol status social orang tua.
Anak merupakan pemegang keistimewaan orang tua, waktu orang tua masih hidup, anak sebagai penenang dan sewaktu orang tua telah meninggal, anak adalah lambang penerus dan lambang keabadian. Anak mewarisi tanda-tanda kesamaan dengan orang tuanya, termasuk ciri khas, baik maupun buruk, tinggi, maupun rendah. Anak adalah belahan jiwa dan potongan daging orang tuanya. Begitu pentingnya eksistensi anak dalam kehidupan manusia, maka Allah SWT mensyari’atkan adanya perkawinan. Pensyari’atan perkawinan memiliki tujuan antara lain untuk berketurunan (memiliki anak) yang baik, memelihara nasab, menghindarkan diri dari penyakit dan menciptakan kaluarga yang sakinah. Sebagaimana firman Allah SWT.,dalam surat al-Rum ayat 21:
            ••   •     
“ dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.
Oleh karena itu agama Islam melarang perzinaan. Hukum Islam memberi sanksi yang berat terhadap perbuatan zina. Karena zina dapat mengakibatkan ketidakjelasan keturunan. Sehingga ketika lahir anak sebagai akibat dari perbuatan zina, maka akan ada keraguan tentang siapa bapaknya. Dengan adanya perkawinan setiap anak yang lahir dari tempat tidur suami, mutlak menjadi anak dari suami itu, tanpa memerlukan pengakuannya darinya.
Hal ini diungkapkan dalam al-Qur’an surat al-Isra’ : 32:
        
“dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk”.
Hadist Nabi, dari Abu Hurairah r.a. berkata : Rasulullah SAW bersabda : “Anak itu adalah untuk pemilik tilam dan bagi pezina adalah hukuman rajam”. Pergaulan bebas antara muda-mudi yang banyak terjadi sekarang ini, seringkali membawa kepada hal-hal yang negatif yang tidak dikehendaki, seperti hubungan sex luar nikah dan hamil luar nikah. Hal ini disebabkan oleh adanya pergesekan budaya, sehingga pada saat ini menggejala dimasyarakat adanya hidup bersama antara seorang pria dan wanita tanpa adanya ikatan perkawinan. Anak yang lahir di luar nikah mendapatkan julukan dalam masyarakat sebagai anak haram, hal ini menimbulkan gangguan psikologis bagi anak, walaupun secara hukum anak tersebut tidak mempunyai akibat hukum dari perbuatan orang tuanya, namun banyak persoalan yang muncul akibat hamil luar nikah tersebut, seperti hubungan nasab antara anak dengan bapak biologisnya, dan lain sebagainya dari berbagai perspektif hukum.
Dari latar belakang masalah di atas, pernulis tertarik untuk membahas tentang status nasab anak luar nikah dalam perspektif hukum Islam dan hukum perkawinan nasional.
II. Nasab Dalam Hukum Islam.
Nasab dalam doktrinal Islam merupakan sesuatu yang sangat penting, hal ini dapat dilihat dalan sejarah Islam, ketika Nabi Muhammad SAW mengangkat seorang anak yang bernama Zaid bin Haritsah. Kemudian oleh orang-orang dinasabkan kepada Nabi, mendapatkan keteguran dari Allah SWT. Dalam al-Qur’an surat al-Ahzab ayat 4-5 yang berbunyi:
•               •             •    .                        •       
“Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhiharitu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar). Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; Itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, Maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa anak angkat tidak dapat menjadi anak kandung, ini dipahami dari lafaz wa maja‟ala ad‟iya-akum abna-akum. Dan kemudian dijelaskan bahwa anak angkat tetap dinasabkan kepada ayah kandungnya, bukan kepada bapak angkatnya. Ini dipahami dari lafaz ud‟u-hum li abaihim . Dalam sebuah hadist Nabi Muhammad SAW bersabda: “barang siapa menisbahkan dirinya kepada selain ayah kandungnya padahal ia mengetahui bahwa itu bukanlah ayah kandungnya, maka diharamkan baginya surga” .
Dalam hadist di atas dijelaskan bahwa, seseorang tidak boleh menasabkan dirinya kepada selain ayah kandunganya, apabila ia tahu siapa ayahnya. Hal ini dipahami dari lafaz fal jannatu „alaihi haramum. Orang tidak boleh masuk surga adalah orang yang berdosa. Jadi apabila seseorang menasabkan dirinya kepada selain ayah kandungnya, sedangkan dia tahu bahwa itu bukan ayahnya maka dia termasuk orang yang berdosa. Nasab merupakan nikmat yang palingh besar yang diturunkan oleh Allah SWT kepada hamba-Nya, sebagaimana firman dalam surat al-Furqan ayat 54 yang berbunyi:
            
“dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air lalu Dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhanmu Maha Kuasa”.
Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa nasab merupakan sesuatu nikamat yang berasal dari allah. Hal ini dipahami dari lafaz fa ja‟alahu nasabaa. Dan nasab juga merupakan salah satu dari lima maqasid al-syariah.
1. Pengertian nasab
Istilah nasab secara bahasa diartikan dengan kerabat, keturunan atau menetapkan keturanan.
Sedangkan menurut istilah ada beberpa definisi tentang nasab, diantaranya yaitu :
a. nasab adalah keturunan ahli waris atau keluarga yang berhak menerima harta warisan karena adanya pertalian darah atau keturunan.
b. Nasab adalah pertalian kekeluargaan berdasarkan hubungan darah sebagai salah satu akibat dari perkawinan yang sah. Dan nasab merupakan salah satu fondasi yang kokoh dalam membinan suatu kehidupan rumah tangga yang bisa mengikat pribadi berdasarkan kesatuan darah.
c. Sedangkan menurut Wahbah al-Zuhaili nasab didefinisikan sebagai suatu sandaran yang kokoh untuk meletakkan suatu hubungan kekeluargaan berdasarkan kesatuan darah atau pertibangan bahwa yang satu adalah bagian dari yang lain. Misalnya seorang anak adalah bagian dari ayahnya, dan seorang ayah adalah bagian dari kakeknya. Dengan demikian orang-orang yang serumpun nasab adalah orang-orang yang satu pertalian darah.
d. Sedangkan menurut Ibn Arabi nasab didefinisikan sebaga ibarat dari hasil percampuran air antara seorang laki-laki dengan seorang wanita menurut keturunan-keturunan syar’i.
Dari beberapa definisi tentang nasab di atas dapat diambil kesimpulan bahwa nasab adalah legalitas hubungan kekeluargaan yang berdasarkan tali darah, sebagai salah satu akibat dari pernikahan yangsah, atau nikah fasid, atau senggama subhat. Nasab merupakan sebuah pengakuan syara’ bagi hubungan seorang anak dengan garis keturunan ayahnya sehingga dengan itu anak tersebut menjadi salah seorang anggota keluarga dari keturunan itu dan dengan demikian anak itu berhak mendapatkan hak-hak sebagai akibat adanya hubungan nasab.
2. Dasar-dasar nasab menurut fiqh Islam
Para ulama sepakat bahwa nasab seseorang kepada ibunya terjadi disebabkan karena kehamilan disebabkan karena adanya hubungan seksual yang dilakukan dengan seorang laki-laki, baik hubungan itu dilakukan berdasarkan akad nikah maupun melalui perzinaan. Adapun dasar-dasar tetapnya nasab dari seorang anak kepada bapaknya, bisa terjadi dikarenakan oleh beberapa hal yaitu :
a. melalui pernikahan yang sah
Para ulama fiqh sepakat bahwa para wanita yang bersuami dengan akad yang sah apabila melahirkan maka anaknya itu dinasabkan kepada suaminya itu. Mereka berdasarkan pendapat tersebut antara lain pada hadist : “anak-anak yang dilahirkan adalah untuk laki-laki yang punya isteri (yang melahirkan anak itu ) dan bagi pezina adalah rajam.
Anak yang dilahirkan itu dinasabkan kepada suami ibu yang melahirkan dengan syarat antara lain (1). Menurut kalangan hanafiyah anak itu dilahirkan enam bulan setelah perkawinan. Dan jumhur ulama menambahkan dengan syarat suami isteri itu telah melakukan senggama. Jika kelahiran itu kurang dari enam bulan, maka anak itu dapat dinasabkan kepada suami si wanita. Batasan enam bulan ini didasarkan pada kesepakatan para ulama, bahwa masa minimal kehamilan adalah enam bulan. Kesimpulan ini mereka ambil dari pemahaman beberapa ayat al-Qur’an, di antaranya fiirman Allah SWT dalam surat al-Ahqaf ayat 15 yang berbunyi:
   •           •  •                                
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila Dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang berserah diri".
Dan firman Allah SWT dalam surat Luqman ayat 4 yang berbunyi:
     •           
“dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun[ bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”.
Dalam surat al-Ahqaf ayat dijelaskan bahwa masa kehamilan dan menyusui adalah 30 bulan, tanpa ada perincian berapa masa menyusui dan berpa masa kehamilan. Surat luqman ayat 14 menjelaskan masa menyusuai adalah 2 tahun atau 24 (dua puluh empat) bulan. Dari ini dapat dipahami masa minimal kehamilan adalah enam bulan.
Pada masa Khalifah Usman Bin Affan pernah terjadi suatu peristiwa seorang wanita setelah enam bulan menikah, dia melahirkan. Suaminya merasa curiga dan melapor kepada Usman bin Affan. Dan Usaman bin Affan berencana merajamnya, karena diduga si wanita telah melakukan perzinahan dengan laki-laki lain. Masalahnya ini diketahui oleh Ibnu Abbas, kemudian dia berkata : “sesungguhnya jika wanita ini membela dirinya dengan memakai kitab allah (al-Qur’an), niscaya kalian akan terkalahkan”. Kemudian Ibnu Abbas menyampaikan ayat di atas dengan menyimpulkannya bahwa masa minimal kehamilan bagi seorang wanita adalah enam bulan. Laki-laki yang menjadi suami wanita tersebut haruslah seseorang yang memungkinkan memberikan berketurunan, yang menurut kesepakatan ulama adalah laki-laki yang sudah baligh. Oleh karena itu, anak yang dilahitkan oleh seorang wanita dengan suami yang masih kecil, yang menurut kebiasaan belum bisa berketurunan, atau yang tidak bisa melakukan senggama tidak bisa dinasabkan kepada suaminya, meskipun anak itu lahir setelah enam bulan dari perkawinan.
(3). Suami isteri pernah bertemu minimal satu kali setelah akad nikah. Hal ini disepakati oleh ulama. Namun mereka berbeda dalam mengartikan kemungkinan bertemu, apakah pertemuan tersebut bersifat lahiriyah atau bersifat perkiraan. Ulama hanafiyah berpendapat bahwa pertemuan berdasarkan perkiraan menurut logika bias terjadi. Oleh sebab itu, apabila wanita itu hamil selama enam bulan sejak ia diperkirakan bertemu dengan suaminya, maka anak yang lahir dari kandungannya itu dinasabkan kepada suaminya. Namun argumentasi ini ditolah oleh jumhhur ulama.
b. Nasab yang ditetapkan melalui pernikahan fasid
Pernikah fasid adalah pernikahan yang dilangsungkan dalam keadaan cacat syarat sahnya. Misalnya menikahi wanita yang masih dalam masa iddah. Menurut kesepakatan ulama fdiqh penetapan nasab anak yang lahir dalam pernikahan fasid sama denganpenetapan nasab anak dalam pernikahan yang sah. Akan tetapi ulama fiqh mengemukakan tiga syarat dalam penetapan nasab anak anak dalam pernikaha fasid tersebut :
1. suami punya kemampuan menjadikan isterinya hamil, yaitu seorang yang baligh dan tidak memiliki satu penyakit yang bisa menyebabkan isterinya tidak hamil.
2. hubungan senggama bisa dilaksakan.
3. anak dilahirkan dalam waktu enam bulan atau lebih setelah terjadinya akad fasid (menurut jumhur ulama) dan sejak hubungan senggama (menurut ulama hanafiyah). Apabila anak itu lahir sebelum waktu enam bulan setelah akad nikah atau melakukan hubungan senggama, maka anak itu tidak bisa dinasabkan kepada suami wanita tersebut.
Apabila anak lahir setelah pasangan suami isteri melakukan senggama dan berpisah, dan anak itu lahir sebelum masa maksimal masa kehamilan, maka anak itu dinasabkan kepada suami wanita tersebut. Namun jika anak itu lahir setelah masa maksimal kehamilan, maka anak itu tidak bisa dinasabkan kepada suami wanita tersebut.
c. Nasab yang disebabkan karena senggama subhat
Senggama subhat maksudnya terjadinya hubungan seksual antara seorang laki-laki dengan seorang wanita yang dalam keyakinannya adalah isterinya. Nasab disini menjadi diakui bukan karena terjadinya pernikahan yang sah dan bukan pula karena adanya senggama dalam akad nikah yang fasid dan bukan pula dari perbutana zina, tetapi karena telah terjadi kesalahdugaan. Misalnya; dalam keadaan malam yang gelap seorang laki-laki menyenggamai seorang wanita didalam kamarnya yang menurut keyakinannya adalah isterinya. Dalam kasus seperti ini jika wanita itu hamil dam melahirkan setelah enam bulan sejak terjadinya senggama subhat dan sebelum masa maksimal kehamilan, maka anak yang lahir itu dinasabkan kepada laki-laki yang menyenggamainya. Akan tetapi jika anak itu lahir setelah masa maksimal masa kehamilan maka anak itu tidak dapat dinasabkan kepada laki-laki itu.

3. Status Anak Luar Nikah Menurut Hukum Islam
Mengenai status anak luar nikah, para ulama sepakat bahwa anak itu tetap punya hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya. Tanggung jawab atas segala keperluannya, baik materiil maupun spirituil adalah ibunya dan keluarga ibunya. Demikian pulanya dengan hak waris-mewaris.
Dalam hal anak diluar nikah ini, penulis membagi ke dalam dua kategori :
a. Anak yang dibuahi tidak dalam pernikahan yang sah, namun dilahirkan dalam pernikahan yang sah.
Menurut Imam Malik dan imam Syafi’i, anak yang lahir setelah enam bulan dari perkawinan ibu dan bapaknya, anak itu dinasabkan kepada bapaknya. Jika anak itu dilahirkan sebelum enam bulan, maka anak itu dinasabkan kepada ibunya. Berbeda dengan pendapat itu, menurut Imam Abu Hanifah bahwa anak di luar nikah itu tetap dinasabkan kepada bapaknya sebagai anak yang sah. Perbedaan pendapat ini disebabkan karena terjadinya perbedaan ulama dalam mengartikan lafaz fiarsy, dalam hadist nabi : “anak itu bagi pemilik tilam dan bagi pezina adalah hukum rajam”. Mayoritas ulama mengartikan lafadz firasy menunjukkan kepada perempuan, yang diambilkan ibarat dari tingkah iftirasy (duduk berlutut). Namun ada juga ulama yang mengartikan kepada laki-laki (bapak).23
b. Anak yang dibuahi dan dilahirkan diluar pernikahan yang sah
Status anak diluar nikah dalam kategori yang kedua, disamakan statusnya dengan anak zina dan anak li’an, oleh karena itu maka mempunyai akibat hukum sebagai berikut: (a). tidak ada hubungan nasab dengan bapaknya. Anak itu hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya. Bapaknya tidak wajib memebrikan nafkah kepada anak itu, namun secara biologis ia tetap anaknya. Jadi hubungan yang timbul hanyalah secara manusiawi, bukan secara hukum. (b). tidak ada saling mewaris dengan bapaknya, karena hubungan nasab merupakan salah satu penyebab kerwarisan. (c). bapak tidak dapat menjadi wali bagi anak diluar nikah. Apabila anak diluar nikah itu kebetulan seorang perempuan dan sudah dewasa lalu akan menikah, maka ia tidak berhak dinikahkan oleh bapak biologisnya.
III. Nasab Dalam Hukum Perkawinan Indonesia
Hukum perkawinan di Indonesia adalah segala peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perkawinan yang berlaku di Indonesia. Hukum perkawinan di Indonesia ini meliputi :
1. Undang-undang No. 1 Tahun 1974
Sejak berlakunya UU No. 1 1974, maka segala peraturan yang mengatur tentang perkawinan menjadi tidak berlaku. Hal ini dijelaskan dalam pasal 66 undang-undang perkawinan yang menyatakan : untuk perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan berdasarkan undang-undang ini, maka dengan berlakunya undang-undang hukum perdata (Burgerlijk wetbook), ordonansi perkawinan Indonesia Kristen (Huwerlijk ordonantie Christen indonesiers S. 1933 No. 74), peraturan perkawinan campuran (Regelling op de Gemengde Huwelijken S. 1898 No. 158) dan peraturan-praturan lain yang mengatur tentang perlawinan sejauh telah diatur dalam undang-undang ini, dinyatakan tidak berlaku.
2. Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975
Untuk meleksanakan undang-undang No. I tahun 1974 tentang perkawinan, yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 1974 secara efektif masih diperlukan peraturan-peraturan pelaksanaan antara lain menyangkut masalah pencatatan perkawinan, tata cara perceraian, cara mengajukan gugatan perceraian, tenggang waktu bagi wanita yang mengalami putus perkawinan, pembatalan perkawinan dan ketentuan dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang dan sebagainya. Peraturan pemerintah ini memuat ketentuan-ketentuan tersebut, yang diharapkan akan dapat memperlancar dan mengamankan pelaksanan dari undang-undang tersebut. Dengan keluarnya peraturan pemerintah ini, maka telah pastilah saat mulainya pelaksanaan secara efektif undang-undang No. 1 tahunm 1974 tentang perkawinan tersebut, ialah pada tanggal 1 oktober 1975.
3. Kompilasi Hukum Islam
Kompilasi Hukum Islam adalah sebagai pegangan bagi para hakim bagi pengadilan agama memeriksa dan mengadili perkara-perkara yang menjadikan kewenangannya. KHI juga sebagai pegangan bagi masyarakat mengenai hukum islam yang berlaku baginya yang sudah merupakan hasil rumusan yang diambil dari berbagai kitab fiqh yang semula tidak dapat mereka baca secara langsung.
Berdasarkan Inpres No. 1 tahun 1991, dan Keputusan Mentri Agama Republik Indonesia No. 154 Tahun 1991, dan surat edaran pembinaan badan peradilan agam islam atas nama direktur jendral pembinaan kelembagaan agama islam No. 3694/EV/HK.003/AZ/91 yang ditujukan kepada ketua pengadilan tinggi agama dan ketua pengadilan agama diseluruh indonesi, kompilasi hukum islam berlaku sebagai hukum materiil di pengadilan agama yang merupakan pengadilan bagi yang beragama Islam. Sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 63 ayat (1) UU No. 1 Tahun1974 menyatakan : (a). pengadilan agama bagi mereka yang beragama islam, (b). pengadilan umum bagi lainnya.
a. pengertian nasab
nasab dalam hukum perkawinan Indonesia dapat didefinisikan sebagai sebuah hubungan darah (keturunan) antara seorang anak dengan ayahnya, karena adanya akad nikah yang sah.
Hal ini dapat dipahami dari beberapa ketentuan, diantaranya pasal 42 dan 45 serta 47 undang-undang perkawinan. Pasal 42 dimyatakan bahwa anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Pasal 45 (1) kedua orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) ini berlaku sampai anak itu kawin atau anak itu dapat berdiri sendiri. Kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan kedua orang tua putus. Pasal 47 (1) anak yang belum mencapai 18 (delapan belas ) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada dibawah kekuasaan ornag tuanya selama merka tidak dicabut dari kekuasaannya. (2) orang tua mewakili anak tersebut mengenai perbuatan hukum didalam dan diluar pengadilan.
Dan pada pasal 98 dan 99 kompilasi hukum islam. Pasal 98 menyatakan (1) batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21 tahun, sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisik maupun mental atau belum pernah melangsingkan perkawinan. (2) orang tuanya mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum didalam dan diluar pengadilan. (3) pangadilan agama adapat menunjuk salah satu kerabat terdekat yang mampu menunaikan kewajiban tersebut apabila kedua orang tuanya tidak mampu.
Pasal 99 : anak yang sah adalah (1) anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan sah. (2) hasil pembuahan suami isteri yang sah diluar rahim yang dilahirkan oleh isteri tersebut.
Dalam hukum perkawinan Indonesia hubungan ini tidak dititik beratkan pada salah satu garis keturunan ayah atau ibunya, melainkan kepada keduanya secara seimbang. Namun seorang anak menjadi tanggungjawab bersama antara isteri dan suami.
b. Dasar-dasar nasab
Seorang anak, dilihat dalam Hukum Perkawinan Indonesia secara lansung memiliki hubungan nasab dengan ibunya. Ini dapat dipahami dari pasal 43 ayat 1 UU No. 1 Tahun 1974 yang menyatakan bahwa anak yang lahir di luar perkawinan hanya memiliki hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.
Penentuan nasab anak kepada bapaknya dalam hukum perkawinan Indonesia didasarkan pada: 1). Perkawinan yang sah. Perkawinan yang sah adalah perkawinan yang dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaanya. Setiap perkainan harus dicatat menurut perturan perundang-ungan yang berlaku.
Penetapan nasab berdasarkan perkawinan yang sah, diatur dalam beberapa ketentuan yaitu: Pertama, UU No. 1 Tahun 1974 pasal 42 yang berbunyi :” anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah”. Kedua, Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 99 yang menyatakan : “ anak sah adalah : (a) anak yang lahir dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah.(b). Hasil pembuahan suami istri yang sah di luar rahim dan dilahirkan oleh istri tersebut.
Dapat di pahami dari peraturan peraturan tersebut, seorang anak dapat dikategorikan sah, bila memenuhi salah satu dari 3 syarat :
a. Anak yang dilahirkan dalam perkawinan yang sah, dengan dua kemungkinan, Pertama, Setelah terjadi akad nikah yang sah istri hamil, dan kemudian melahirkan. Kedua, Sebelum akad nikah istri telah hamil terlebih dahulu, dan kemudian melahirkan setelah akad nikah. inilah yang dapat ditangkap dari pasal tersebut, namun kira perlu pertanyaan yang besar apakah memeng demikian ?.
b. Anak yang lahir sebagai akibat dari perkawinan yang sah. Contoh, istri hamil dan kemudian suami meninggal. Anak yang dikandung istri adalah anak sah sebagai akaibat dari adanya perkawian yang sah.
c. Anak yang dibuahi di luar rahim oleh pasangan suami istri yang sah, dan kemudian dilahirkan oleh istrinya. Ketentuan ini untuk menjawab kemajuan teknologi tentang bayi tabung. Perkawinan yang dibatalkan Kompilasi Hukum Islam pasal 76 menyatakan batalnya perkawinan tidak akan memutuskan hukum antara anak dan orang tuanya. Selanjutnya perkawinan dapat dibatalkan hanya keputusan Pengadilan. Suatu perkawinan dapat dibatalkan dengan syarat-syarat sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Perkawinan pasal 22-28.
Pasal 22: Perkawinan dapat dibatalkan, apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melansungkan perkawinan. Pasal 23: yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan yaitu: Para keluarga dari garis keturunan lurus ke atas dari suami atau istri; Suami atau istri; Pejabat perkawinan hanya selama perkawina belum diputuskan; pejabat yang ditunjuk tersebut UU Perkawinan pasal 16 ayat (2) dan setiap orang yang mempunyai kepentingan hukum secara lansung terhadap perkawinan tersebut, tetapi hanya setelah perkawian itu putus.
Pasal 24: Barang siapa karena perkawinan masih terkat diri dangan salah satu dari kedua belah pihak dan atas dasar masih adanya perkawinan dapat mengajukan pembatalan yang baru dengan tidak dmengurangi ketentuan pasal 3 ayat (2) dan pasal 4 UU Perkawinan. Pasal 25: Permohonan pembatalan perkawinan diajukan kepada Pengadilan dalam daerah hukum di man perkawinan dilansungkan atau di tempat tinggal kedua suami istri, Suami atau istri.
Pasal 26: (1) perkawinan yang dilansungkan di muka pegawai pencatat perkawian yang tidak berwenang, wali nikah yang tidak sah atau yang dilansungkan tanpa dihadiri oleh dua orang saksi dapat diminta pembatannya oleh para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau istri jaksa dan suami atau istri. (2) Hak untuk membatalakan oleh suami atau istri berdasarkan alasan dalam ayat (1) pasal ini gugur apabila mereka telah hidup bersama sebagai suami istri dan dapat memperlihatkan akte perkawian yang dibuat pegawi pencatat perkawinan yang tidak berwenang dan perkawinan harus diperbaharu supaya sah.
Pasal 27: (1)seorang suami atau istri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila perkawinan dilansungkan di bawah ancaman yang melanggar hukum. (2) seorang suami atau istri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila pada waktu belansungnya perkawinan terjadi salah sangka mengenai diri suami atau istri. (3) Apabila ancaman itu telah berhenti, atau bersalah sangka itu menyadari keadaannya, dan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah itu masih tetap hidup sebagai suami istri, dan tidak dmempergunakan haknya untuk mengajukan permohonan pembatalan, maka haknya gugur.
Pasal 28: (1) Batalnya suatu perkawinan dimulai setelah keputusan Pengadilan mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan dberlaku sejak saat berlansungnya perkawinan. (2) Keputusan tidak berlaku surut terhadap: anak-anak yang dilahirkan dari perkawian tersebut; suami istri yang bertindak dengan iktikad baik, kecuali terhadap harta bersama bila pembatalan perkawinan didasarkan atas adanya perkawinan lain yang lebih dahulu; orang ketiga lainnya tidak dtermasuk dalam a dan b sepanjang mereka memperoleh hak-hak dengan iktikad baik sebelum keputusan tentang pembatalan mempunyai kekuatan hukum tetap.
Seterusnya sebagaimana yang diatur dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 70-76 yang menyatakan: Pasal 70: Perkawinan batal apabila: (a) Suami melakukan perkawinan, sedang ia tidak berhak melakukan akad nikah karena sudah dmempunyai empat orang istri, sekalipun salah satu dari keempat istrinya itu dalam iddah talak raj‟i. (b) Seseorang menikahi istrinya yang telah dili‟annya. (c) Seseorang menikahi bekas istrinya yang pernah dijatuhi tiga kali talak olehnya, kecuali bila bekas istri tersebut pernah dmenikah dengan pria lain yang kemudian bercerai lagi ba‟da dhukkul dari pria tersebut dan telah habis masa iddahnya. (d) Perkawinan dilakukan antara dua orang yang mempunyai hubungan darah, semenda dan susunan sampai derajat tertentu yang manghalangi perkawinan menurut pasal 8 UU No. 1 Tahun 1974, yaitu: Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah atau ke atas; berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seoarng denga saudara neneknya; Berhubungan sususan, yaitu orang tua susuan, anak sesusuan, saudara sesusuan, dan bibi dan paman sesusuan; (e) Istri adalah saudara kandung atau sebagai bibi atau kemaenakan dari istri atau istri-istrinya.
Pada pasal 71: Suatu perkawinan dapat dibatalkan apabila:(a) Seorang suami melakukan poligami tanpa izin Pengadilan Agama; (b) Perempuan yang dikawini ternyata kemudian diketahui masih sebagai istri orang lain yang mafqud; (c) Perempuan yang dikawini ternyata kemudian diketahui masih dalam iddah dari suami lain;(d) perkawian yang melanggar batas umur perkawinan, sebagaimana yang ditetapkan pasal 7 UU No. 1 Tahun 1974 (e) Perkawinan yang dilansungkan tanpa wali atau dilaksanakan oleh wali yang tidak dberhak; (f) Perkawinan yang dilaksanakan dengan paksaan.
Pasal 72: (1) Seorang suami atau istri dapat mengajukan pembatalan perkawinan apabila perkawinan dilansungkan di bawah ancaman yang melanggar hukum.(2) Seorang suami atau istri dapat dmengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila pad waktu berlansung nya perkawinan terjadi dpenipuan atau slah sangka mngenai diri suami atau istri. (3) Apabila ancaman itu telah berhenti, atau berslah sangka itu menyadari keadaannya, dan dalam jangka 6 (enam) bulan setelah itu masih tetap hidup sebagai suami istri, dan tidak dmempergunakan haknya untuk mengajukan permohonan pembatalan, maka haknya gugur.
Pasal 73: Yang dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawian yaitu: Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau istri; suami atau istri; pejabat yang berwenag mengawasi pelaksanaan perkawian menurut Undang-Undang; para pihak yang dberkepentingan yang mengetaui adanya cacat dalam rukun dan syarat perkawinan menurut Hukum Islam dan peraturan perundang-undangan sebagaimana tersebut dalam pasal 67. Selanjutnya pada pasal 74: (1) Permohonan pembatalan perkawinan dapat diajukan Pengadilan Agama yang ddmewilayahi tempat tinggal suami atau istri atau tempat perkawinan dilansungkan. (2) Batalnya suatu perkawinan dimulai setelah putusan Pengadilan Agama mempunyai kekuatan hukum tetap dan berlaku sejak saat berlansungnya perkawinan.
Pasal 75: dijelaskan bahwa keputusan pembatan perkawinan tidak berlaku surut terhadap: (a) Perkawinan yang batal karena salah satu dari suami istri murtad; (b) Anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut;(c) Pihak ketiga sepanjang mereka memperoleh hak-hak dengan beriktikad abaik, sebeblum keputusan pembatan perkawinan mempunyai dkekuatan hukum yang tetap.
Selanjutnya pasal 76: Batalnya suatu perkawinan tidak akan memutuskan hubungan hukum antara anak dengan orang tuanya.
Dapat dipahami dari maksud ketentuan tidak berakhirnya hubungan hukum antara seorang anak dengan orang tuanya, jika perkawinan kedua orang tuanya dibatalkan oleh pengadilan adalah untuk memberikan perlindungan hukum dan didasarkan pada pertimbangan masa depan si anak.
IV. Status Anak di Luar Nikah Menurut Hukum Perkawinan Nasional.
Menurut hukum Perkawinan Nasional Indonesia, status anak dibedakan menjadi dua: pertama, anak sah. kedua, anak luar nikah. Anak sah sebagaimana yang dinyatakan UU No. Tahun 1974 pasal 42: adalah dalam anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 99 yang menyatakan : “ anak sah adalah : (a) anak yang lahir dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah.(b). Hasil pembuahan suami istri yang sah di luar rahim dan dilahirkan oleh istri tersebut.
Bila dicermati secara analisis, sepertinya bunyi pasal tentang anak sah ini memimbulkan kerancuan, anak sah adalah anak yang lahir dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Bila dinyatakan “anak yang lahir akibat perkwinan yang sah” tidak ada masalah, namun “ anak yang lahir dalam masa perkawinan yang sah”ini akan memimbulkan suatu kecurigaan bila pasal ini dihubungkan dengan pasal yang membolehkan wanita hamil karenan zina, menikah dengan pria yang menghamilinya. Perkawinan perempuan hamil karena zina dengan laki laki yang menghamilinya adalah perkawinan yang sah. Seandainya beberapa bulan sesudah perkawinan yang sah itu berlansung, lahir anak yang dikandungnya, tentu akan berarti anak yang lahir anak sah dari suami yang mengawininya bila masa kelahiran telah enam bulan dari waktu pernikahan(? ).
Yang dimaksud dengan anak luar nikah adalah anak yang dibuahi dan dilahirkan di luar pernikahan yang sah, sebagaimana yang dsebutkan dalam peraturan perundang-undangan Nasional antara lain:
1. UU No. 1 Tahun 1974 Pasal 43 ayat 1, menyatakan anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.
2. Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 100, menyebutkan anak yang lahir diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya
Pada akhirnya bila dicermati dari peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia tentang Hukum Perkawinan, menyatakan bahwa status nasab anak di luar nikah mempunyai hubungan keperdataan hanya kepada ibunya dan keluarga ibunya. Hubungan ini biasa disebut dengan kekuasaan orang tua, yakni timbulnya hak dan kewajiban antara orang tua dan anak. Implementasinya adalah bahwa anak di luar nikah hanya memiliki hubungan yang menimbulkan adanya hak dan kewajiban dengan ibu dan kelaurga ibunya. Agaknya dapat dinyatakan mafhum mukhalafah dari pernyataan tersebut bahwa anak itu tidak mempunyai hubungan keperdataan dengan bapak biologisnya dalam bentuk, nasab, hak dan kewajiban secara timbal balik Secara implicit dapat ditegaskan bahwa hampir tidak ada perbedaan antara hukukm Islam dengan hukum perkawinan Nasional dalam menetapkan nasab anak di luar nikah, walaupun tidak dinyatakan secara tegas hubungannnya dengan bapak biologis, dalam pasal tertentu.
V. Kesimpulan
Hukum Islam menetapkan nasab sebagai legalitas hubungan kekeluargaan yang berdasarkan hubungan darah, sebagai akibat dari pernikahan yang sah, atau nikah fasid, atau senngama subhat. Nasab merupakan pengakauan syara’ bagi hubungan seorang anak dengan garis keturunan ayahnya, notabenenya anak tersebut berhak mendapatkan hak dan kewajibannya dari ayahnya, selanjutnya mempunyai hak dan kewajiban pula dari keturunan ayahnya.
Status anak di luar nikah yakni anak yang dibuahi dan dilahirkan di luar perkawinan yang sah, menurut Hukum Islam disamakan dengan anak zina dan anak li’an. Konsekwensinya adalah tidak ada hubungan nasab anak dengan bapak biologisnya; tidak ada hak dan kewajiban antara anak dan bapak biologisnya, baik dalam bentuk nafkah, waris dan lain sebagainya; bila kebetulan anak itu adalah perempuan, maka bapak biologisnya tidak dapat untuk menjadi wali, sehingga yang dapat menjadi wali anak luar nikah hanya khadi.
Dalam hukum perkawinan di Indonesia pengaturan tentang nasab anak di luar nikah, hanya secara implisit di pahami bahwa anak di luar nikah hanya memiliki hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya, ini berarti anak tersebut tidak mendapatkan hak dan kewajiban dari bapak biologisnya.
VI. Penutup
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah swt. atas berkat taufiq, hidayah dan rahmat-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini, meskipun masih sangat sederhana. Hal ini tidak lain karena dangkalnya pengetahuan dan sempitnya pengalaman yang penulis miliki. Meskipun demikian, penulis berharap penulisan makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja dan dapat menambah pengetahuan para pembaca serta bisa dibahas lebih lanjut.
Akhirnya, semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi kita semua, Amin ya rabbal ‘alamin.

Daftar Pustaka:
Abdul Kadir , Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bakti,1993)
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam,(Jakarta: Akademika Presindo, 1995),h. 60
al-Asqalani, Ibn Hajar, Fath al-Barry, juz XII, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th)
al-Qadhawi, Yusuf, Halal dan Haram dalam Islam, (Surabaya: Pt Bina Ilmu, 1976)
Al-Kasany,Badai‟u al-Sana‟I fi al-Tartiby al-Syara‟I,(Beirut : al-Fikr, tt)
al-Mahalli, Jalaluddin, al-Qulyuby wa „Umarah, , Juz III, (Semarang: Maktabah Putra Semarang, t.th.)
Al-Syathibi, al-Muwafaqat fi Ushul al-Syari’ah, (Beirut: Dar al-Kutub al-Islamiyah, t.t), juz.II
al- Zuhailiy, Wahbah, Al-Fiqh al- Islamiy wa Adillatuhu, (Beirut: Dar al-Fikr, 1997), cet. Ke-2
Hasan, M. Ali, Azas-azas Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukun Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja wali Press, 1997)
KH Sholeh, HAA. Dahlan, MD. Dahlan, Asbabun Nuzul, (Bandung: Diponegoro, tt)
Muslim, Imam, Shahih Muslim, (Beirut: Dar al-Fikr, tt)
M.Abdul Mujieb, Mabruri, Syafi’I AM, Kamus Istilah Fiqh, (Jakarta : Pustaka Firdaus,1994)
Rusyd, Ibnu, Bidayah al-Mujtahid, Juz V, ( Beirut : Dar al- Fikr, t.th)
R. Subekti, Kitab Undang Hukum Perdata, (Jakatra: pradya Paramitha, 1996 )
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan, (Yokyakarta, Liberty, 1986 ),
Syarifuddin, Dr. Amir Meretas Kebekuan Ijtihad, ( Jakarta: Ciputat Press, 2002)
Yunus, Mahmud, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara, 1973)

TEKNOLOGI PENDIDIKAN

TEKNOLOGI PENDIDIKAN DAN PENINGKATAN
PROFESI GURU



MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Teknologi Pendidikan
Dosen Pengampu : Drs. H. Fatah Syukur, NC, M. Ag










Disusun oleh:

KHOIROTUR ROUDLOH
(0 8 3 1 1 1 0 1 7)




FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2010
TEKNOLOGI PENDIDIKAN DAN PENINGKATAN
PROFESI GURU

I. PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan investasi yang paling utama bagi setiap bangsa, apalagi bagi bangsa yang sedang berkembang yang giat membangun negaranya. Mutu pendidikan banyak bergantung pada mutu guru dalam membimbing proses belajar mengajar. Dalam zaman kemajuan ilmu pengetahuan ini para ahli berusaha untuk meningkatkan mengajar itu sebagai suatu ilmu atau science.
Dengan metode mengajar yang ilmiah diharapkan proses belajar mengajar itu lebih terjamin keberhasilannya. Inilah yang sedang diusahakan oleh teknologi pendidikan. Dengan mempelajari teknologi pendidikan, guru akan mempunyai pegangan yang lebih mantap karena dengan mendalami teknologi pendidikan guru dapat meningkatkan profesinya sebagai guru. Dalam makalah ini akan diuraikan sedikit mengenai teknologi pendidikan dan peningkatan profesi guru.

II. RUMUSAN MASALAH
A. Pengertian teknologi pendidikan
B. Arti dari profesi beserta kriterianya
C. Upaya peningkatan profesi guru
D. Profesionalisme guru dan Undang-undang RI mengenai profesional guru dan dosen

III. PEMBAHASAN
A. Pengertian Teknologi Pendidikan dan Hakekat Teknologi Pendidikan
Istilah teknologi terdiri dari kata technie dan logosi yang berasal dari bahasa yunani, techniei yang berarti seni, keahlian, atau sains, dan logosi yang berarti ilmu. Teknologi menurut Gaibraith dapat diartikan sebagai penerapan sistematis dari pengetahuan atau terorganisasikan dalam hal-hal yang praktis. Pengertian teknologi pendidikan sering mengandung konotasi penggunaan peralatan atau mesin yang rumit sebagai ciri utamanya. Konotasi itu tidak selamanya benar, karena teknologi pendidikan dapat berarti suatu pendekatan yang kritis, logis,sistematis dan ilmiah terhadap pendidikan. Dalam teknologi pendidikan bukanlah semata mementingkan alat teknologi komunikasi, akan tetapi yang lebih diutamakan adalah proses yang logis, sistematis dan ilmiah.
Istilah teknologi pendidikan atau teknologi pengajaran secara umum dapat diartikan sebagai penerapan teknologi, khususnya teknologi komunikasi, untuk kegiatan pendidikan atau pengajaran. Teknologi pendidikan dapat pula diartikan sebagai pendekatan yang logis, sistematis dan ilmiah dalam kegiatan pendidikan dan pengajaran.
Association For Educational Communication dan Technologi (1980) mendefinisikan teknologi pendidikan sebagai : Teknologi pendidikan adalah suatu proses kompleks yang terintegrasi meliputi manusia,prosedur,ide,peralatan dan organisasi untuk menganalisis masalah yang menyangkut semua aspek belajar, serta merancang, melaksanakan, menilai dan mengelola pemecahan masalah itu.
Dengan demikian secara umum teknologi pendidikan diartikan sebagai media yang lahir dari revolusi teknologi komunikasi yang dapat di gunakan untuk tujuan-tujuan pengajaran di samping guru, buku dan papan tulis. Teknologi pendidikan masyarakat prosedur,ide,peralatan dan organisasi yang dikaji secara sistematis, logis dan ilmiah. Pengertian ini mengandung asumsi bahwa sebenarnya media teknologi tertentu tidak secara khusus dibuat untuk teknologi pendidikan. Melainkan berupa media teknologi yang dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan pendidikan.
Pada buku fred percival dan henri Ellington yang berjudul Teknologi pendidikan adalah cara yang sistematisk dalam desain, penerapan dan evaluasi belajar atau mengajar secara keseluruhan untuk mencapai tujuan intruksional yana efektif berdasarkan pada penelitian belajar, komunikasi dan penggunaan secara kombinasi dari berbagai sumber manusia dan non manusia untuk memperoleh efektifitas pengajaran.

B. Arti dari Profesi Beserta Kriterianya
Rasulullah SAW pernah bersabda (dalam Assayuti, hal; 36) bahwa ”sesuatu pekerjaan yang diserahkan kepada seseorang bukan profesinya, maka tunggulah suatu kehancuran” (Rawahu Bukhari).
Kata profesi identik juga dengan kata keahlian, demikian juga Jarvis (1983) mengartikan seseorang yang melakukan tugas profesi juga sebagai seorang yang ahli (expert). Pada sisi lain profesi mempunyai pengertian seseorang menekuni pekerjaan berdasarkan keahlian, kemampuan, teknik, dan prosedur berlandaskan intelektualitas.
Adapun pendapat dari Wolmer dan Mills (1966), Mc Cully (1969), dan Diana W. Kommers (dalam Sagala, 2000:195-196), mereka sama-sama mengartikan profesi sebagai spesialisasi dari jabatan intelektual yang diperoleh melalui studi dan training, bertujuan menciptakan keterampilan, pekerjaan yang bernilai tinggi, sehingga keterampilan dan pekerjaan itu diminati, disenangi oleh orang lain, dan dia dapat melakukan pekerjaan itu dengan mendapat imbalan berupa bayaran, upah, gaji (payment).
Berbagai pengertian profesi di atas menimbulkan makna, bahwa profesi yang disandangi oleh tenaga kependidikan atau guru, adalah sesuatu pekerjaan yang membutuhkan pengetahuan, keterampilan, kemampuan, keahlian, dan ketelatenan untuk menciptakan anak memiliki perilaku sesuai yang diharapkan.
Pengertian profesi guru di atas dilihat dari usaha keras dan keahlian yang dimilikinya mereka wajar mendapatkan kompensasi yang adil berupa gaji dan tunjangan yang besar dan fasilitas yang memadai dibanding pegawai struktural, manakala dilihat dari berat ringan pekerjaan. Tugas guru sebagai pembimbing, pelatih, dan pengajar yang merupakan pekerjaan berat, mereka memeraskan otak, mental, dan fisik untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Demikian juga mereka diberi kesempatan sebanyak mungkin mengembangkan diri dan jabatan, seperti mengikuti kursus, pelatihan, penataran, melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi dan biayanya dibantu oleh negara. Kemudian diberi kesempatan menduduki jabatan apa pun di negara ini sesuai dengan keahlian yang dimilikinya. Dalam arti kata profesi guru sama kedudukannya dengan profesi lainnya.
Menurut Rochman Nata Widjaja mengemukakan beberapa kriteria sebagai ciri suatu profesi:
a. Ada lembaga pendidikan khusus yang menghasilkan pelakunya dengan program dan jenjang pendidikan yang baku serta memiliki standar akademik yang memadai dan yang bertanggung jawab tentang pengembangan ilmu pengetahuan yang melandasi profesi itu.
b. Ada organisasi yang mewadahi para pelakunya untuk mempertahankan dan memperjuangkan eksistensi dan kesejajteraannya.
c. Ada etika dan kode etik yang mengatur prilaku para pelakunya dalam memperlakukan kliennya.
d. Ada sistem imbalan terhadap jasa layanannya yang adil dan baku.
e. Ada pengakuan masyarakat (profesional, penguasa dan awam) terhadap pekerjaan itu sebagai suatu profesi.

C. Upaya Peningkatan Profesi Guru
Profesionalisasi berhubungan dengan profil guru, walaupun potret guru yang ideal memang sulit didapat namun kita boleh menerka profilnya. Guru idaman merupakan produk dari keseimbangan antara penguasaan aspek keguruan dan disiplin ilmu (dalam Mimbar Pendidikan IKIP Bandung, No. 3/September 1987:87). Keduanya tidak perlu dipertentangkan melainkan bagaimana guru tertempa kepribadiannya dan terasah aspek penguasaan materi. Kepribadian guru yang utuh dan berkualitas sangat penting karena dari sinilah muncul tanggung jawab profesional sekaligus menjadi inti kekuatan profesional dan kesiapan untuk selalu mengembangkan diri. Tugas guru adalah merangsang potensi peserta didik dan mengajarnya supaya belajar. Guru tidak membuat peserta didik pintar. Guru hanya memberikan peluang agar potensi itu ditemukan dan dikembangkan. Kejelian itulah yang merupakan ciri kepribadian profesional.
Sehubungan dengan hal di atas, maka upaya peningkatan profesi guru di Indonesia khususnya sekurang-kurangnya menghadapi dan memperhitungkan empat faktor, diantaranya yaitu:
1. Ketersediaan dan mutu calon guru
2. Pendidikan pra jabatan
3. Mekanisme pembinaan dalam jabatan
4. Peranan organisasi profesi.
Sebagai guru profesional, guru harus selalu meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan secara terus menerus. Sasaran penyikapan itu meliputi penyikapan terhadap undang-undang, organisasi profesi, teman sejawat, peserta didik, tempat kerja, pemimpin dan pekerjaan.
Sebagai jabatan yang harus dapat menjawab tantangan perkenbangam masyarakat, jabatan guru harus selalu dikembangkan dan dimutakhirkan. Dalam bersikap guru harus selalu mengadakan pembaruan dengan tuntutan tugasnya.
Selain itu pengetahuan mengenai media juga menunjang pengembangan (peningkatan) profesi guru karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mendorong upaya-upaya pembahasan dalam pemanfaatan hasil-hasil teknologi dalam proses belajar.
Para guru pun dituntut agar mampu menggunakan alat-alat yang dapat disediakan oleh sekolah, dan tidak tertutup kemungkinan bahwa alat-alat tersebut sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Guru sekurang-kurangnya dapat menggunakan alat yang murah dan efisien yang meskipun sederhana dan bersahaja tetapi merupakan keharusan dalam upaya mencapai tujuan pengajaran yang diharapkan. Di samping mampu menggunakan alat-alat yang tersedia, guru juga dituntut untuk dapat mengembangkan ketrampilan membuat media pembelajaran yang akan digunakannya apabila media tersebut belum tersedia. Untuk itu guru harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pembelajaran, yang meliputi:
a. Media sebagai alat komunikasi guna lebih mengefektifkan proses belajar mengajar
b. Fungsi media dalam rangka mencapai tujuan pendidikan
c. Seluk beluk proses mengajar
d. Hubungan antara metode mengajar dan media pendidikan
e. Nilai atau manfaat media pendidikan dalam pengajaran
f. Pemilihan dan penggunaan media pendidikan
g. Berbagai jenis alat dan teknik media pendidikan
h. Media pendidikan dalam setiap mata pelajaran
i. Usaha inovasi dalam media pendidikan.
Dengan demikian media merupakan salah satu bagian yang penting untuk menciptakan guru yang bermutu dalam proses belajar-mengajar.

D. Profesionalisme Guru dan Undang-undang RI Mengenai Profesional Guru dan Dosen
Untuk guru yang merupakan tenaga profesional di bidang pendidikan dalam kaitannya dengan accountability guru dituntut adanya kualifikasi kemampuan yang lebih mandiri.
Adapun 3 tingkatan kualifikasi profesional guru sebagai tenaga kerja profesional kependidikan, yaitu:
a. Tingkatan capable personal, yaitu guru diharapkan memiliki pengetahuan kecakapan dan keterampilan serta sikap yang lebih mantap dan memadahi sehingga mampu mengelola proses belajar mengajar secara efektif.
b. Tingkatan guru sebagi inovator, yaitu tenaga kependidikan yang memiliki komitmen terhadap upaya perubahan dan reformasi.
c. Tingkatan guru sebagai developer, yaitu guru harus memilki visi keguruan yang mantap dan luas.
Di dalam Undang-undang RI nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, disebutkan bahwa:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal I
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
2. Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
3. Guru besar atau profesor yang selanjutnya disebut profesor adalah jabatan fungsional tertinggi bagi dosen yang masih mengajar di lingkungan satuan pendidikan tinggi
4. Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan penghidupan yang memerlukan keahlian,kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi
5. Penyelenggara pendidikan adalah pemerintah, pemerintah daerah , atau masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur pendidikan formal.
6. Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur pendidikan formal dalam setiap jenjang dan jenis pendidikan.
7. Perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama adalah perjanjian tertulis antara guru dan dosen dengan penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang memuat syarat- syarat kerja serta hak dan kewajiban para pihak dengan prinsip kesetaraan dan kesejawatan berdasarkan peraturan perundang- undangan.
8. Pemutusan hubungan kerja atau pemberhentian kerja adalah pengakhiran perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama guru atau dosen karena sesuatu hal yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara guru atau dosen dan penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang- undangan.
9. Kualifikasi Akademik adalah ijazah jenjang pendidikan akademik yang harus dimiliki oleh guru atau dosen sesuai dengan jenis, jenjang dan satuan pendidikan formal ditempat penugasan.
10. Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
11. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen.
12. Sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional.
13. Organisasi profesi guru adalah perkumpulan yang berbadan hukum yang didirikan dan diurus oleh guru untuk mengembangkan profesionalitas guru.
14. Lembaga pendidikan tenaga kependidikan adalah perguruan tinggi yang diberi tugas oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan program pengadaan guru pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendiddikan dasar, dan/atau pendididikan menengah, serta untuk menyelenggarakan dan mengemabangkan ilmu kependidikan dan nonkependidikan,
15. Gaji adalah hak yang diterima oleh guru atau dosen atas pekerjaannya dari penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan dalam bentuk finansial secara berkala sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
16. Penghasilan adalah hak yang diterima oleh guru atau dosen dalam bentuk finansial sebagai imbalan melaksanakan tugas keprofesionalan yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi dan mencerminkan martabat guru atau dosen sebagai pendidik profesional.
17. Daerah khusus adalah daerah yang terpencil atau terbelakang; daerah dengan kondisi masyarakat adat yang terpencil; daerah perbatasan dengan negara lain; daerah yang mengalami bencana alam, bencana sosial, atau daerah yang berada dalam keadaan darurat lain.
18. Masyarakat adalah kelompok warga negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
19. Pemerintah adalah pemerintah pusat.
20. Pemerintah daerah adalah pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, atau pemerintah kota.
21. Menteri adalah menteri yang menangani urusan pemerintah dalam bidang pendidiakn nasional.
BAB II
KEDUDUKAN, FUNGSI, DAN TUJUAN
Pasal 2
(1) Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidik.
Pasal 3
(1) Dosen mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan tinggi yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengakuan kedudukan dosen sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidik.
Pasal 4
Kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Pasal 5
Kedudukan dosen sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran dosen sebagai agen pembelajaran, pengembang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, serta pengabdi kepada masyarakat berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Pasal 6
Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaiitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
BAB III
PRINSIP PROFESIONALITAS
Pasal 7
(1) Profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:
a. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
b. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;
c. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;
d. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
e. Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;
f. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
g. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;
h. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan
i. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
(2) Pemberdayaan profesi guru atau pemberdayaan profesi dosen diselenggarakan melalui pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi.
IV. ANALISIS
Teknologi pendidikan tidak hanya diartikan sebagai media saja akan tetapi teknologi pendidikan terdiri dari soft ware dan hard ware, untuk yang soft ware antara lain menganalisis dan mendesain urutan atau langkah-langkah belajar berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dengan metode penyajian yang serasi penilaian keberhasilannya ini terpacu pada programnya sedangkan untuk yang hard ware ini yang dimaksud adalah alat-alat nya seperti Radio, tv, komputer dsb yang hanya berfungsi sebagai alat pembantu. Untuk masa kemajuan pada sekarang ini dalam upaya peningkatan mutu guru agar dapat berkualitas maka guru dituntut untuk menggunakan teknologi pendidikan baik yang berupa hard ware ataupun soft ware jadi seorang guru hendaknya mampu mengakses(menguasai) teknologi semisal komputer sebagai alat pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa agar tidak terkesan jadul dan membosankan, untuk selain peralatan yang mendukung pada masa kemajuan ini program juga merupakan hal terpenting dalam menunjang pembelajaran untuk itu untuk saat ini guru menggunakan metode PAIKEM . Pada metode inilah teknologi berperan untuk sedikit menghibur siswa agar tidak cepat bosan.
Untuk masa sekarangpun telah diselenggarakan kualifikasi dan sertifikasi yang dimaksudkan agar guru menjadi lebih berkualitas,bermutu dan profesional serta mampu mengaplikasikan teknologi pendidikan kedalam pembelajaran
V. KESIMPULAN
 Jadi yang dimaksud dengan Teknologi Pendidikan adalah pengembangan, penerapan dan penilaian sistem-sistem, teknik dan alat bantu untuk memperbaiki dan meningkatkan proses belajar manusia..
 Yang dinamakan profesi yaitu seseorang yang menekuni pekerjaan berdasarkan keahlian, kemampuan, teknik, dan prosedur berdasarkan intelektualitas. Berdasarkan sabda Rasulullah SAW bahwa ”Sesuatu pekerjaan yang diserahkan kepada seseorang bukan profesinya, maka tunggulah suatu kehancuran”.
 Ada pula upaya peningkatan profesi guru di antaranya: ketersediaan dan mutu calon guru, pendidikan pra-jabatan, mekanisme pembinaan dalam jabatan. Selain itu media juga berperan penting dalam proses belajar-mengajar. Oleh karena itu seorang guru pun dituntut untuk mampu menggunakan media teknologi agar supaya menjadi guru yang bermutu (berkualitas).

VI. PENUTUP
Demikian makalah yang dapat penulis sampaikan, pemakalah menyadari dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat pemakalah harapkan untuk pembuatan makalah berikutnya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca semuanya. Amiin.



DAFTAR PUSTAKA

A.M., Sadirman, Interaksi dan Motifasi Belajar Mengajar, Jakarta: Rajawali, 1990.
Arsyad, Azhar, Media Pembelajaran, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2009
.
Danim,sudarwan, media komunikasi pendidikan ,Jakarta: Bumi Aksara,1995

Nurdin, Syafrudin, Guru Profesional & Implementasi Kurikulum, Jakarta: Ciputat Pers, 2002

Percival,fred dan Ellington,henri, Teknologi pendidikan, Jakarta: Erlangga , 1988

Syukur,fatah, teknologi pendidikan,Semarang: Rasail 2009
.
Yamin, Martinis, Profesionalisme Guru dan Implementasi KTSP, Jakarta: Giaung Persada Press, cet. V, 2008.

Http://www.dikti.go.id

TELAH DIBUKA ....!!!!

BIMBINGAN BELAJAR

B“BERKAH ILMU”

MI/SD-MTs/SMP-MA/SMA

Melangkah Pasti Menuju Prestasi

Jam Bimbingan :

08.00 – 10.00

10.00 – 12.00

12.00 – 14.00

14.00 – 16.00

16.00 – 18.00

18.00 – 20.00

20.00 – 22.00

Hari Bimbingan :

Senin

Selasa

Rabu

Kamis

Jum’at

Sabtu

Minggu

Fasilitas :

ü Metode Belajar Smart & Fun

ü Layanan Problem Solving, materi pelajaran sekolah (PR, Tugas Sekolah, Ulangan Harian, dll.)

ü Belajar Komputer Gratis

ü Pengenalan Internet Gratis

ü Ruangan Representatif

ü Konsultasi Siswa (Konsis) non stop.

Keunggulan :

* Bimbingan Belajar Matematika

* Bimbingan Belajar Bahasa Inggris

* Bimbingan Belajar IPA

* Bimbingan Belajar Bahasa Indonesia

* Bimbingan Belajar Umum

* Bimbingan Belajar Agama dll.

* Bimbingan Belajar Jarimatika

* Bimbingan Belajar Kalkulator Jari

* Bimbingan Belajar Jari Magic dll.

Target Sukses :

* Ulangan Harian

* Ulangan Tengah Semester

* Ulangan Semester

* Ulangan Akhir Semester / UASBN

* Pintar Teknologi Komputer

* Tidak Gaptek Internet

* Pinter Menghitung dengan Cepat

* Jenius Magic Matematika

Biaya Bimbingan Terjangkau! Hanya Rp75.000,00 dengan Fasilitas Lengkap!

Segera Daftarkan Diri Anda Sekarang Juga!!!

Dapetin SuksesMu Di Sini

Tempat Bimbingan : Rumah Belajar Rt. 01 RW. 02 Jungpasir Wedung Demak Telp. 0291 3312466

Informasi & Pendaftaran :

Rumah Belajar Berkah Ilmu

Contact Person : 085640612008

Email : munawarhabibi@yahoo.co.id

Web : www.munawarhabib.blogspot.com